Prinsip-Prinsip Editing Bersama Editor Kang Benny Rhamdani

Peran editor buku oleh Kang Benny Rhamdani
Dibalik kesuksesan sebuah buku, terdapat peran editor. Nama sang editor tak semegah penulis yang namanya tertera lugas di sampul buku. Namun perannya sangat penting, lho! Apa saja ya peran editor di balik layar sebelum naskah buku layak terbit? Rumbel Menulis Ibu Profesional Jakarta mengadakan kulwhapp mengenai prinsip-prinsip editing bersama Benny Rhamdani. Yuk, simak materi dan tanya jawab serunya pekerjaan editor berikut ini.


Sebelumnya, baca materi di sini:





QnA

1. Sejauh mana wilayah kerja editor terhadap sebuah naskah? Apakah merubah alur cerita dan mengecek naskah sesuai dengan referensi yang valid juga termasuk?

👱‍♂Mengubah cerita harus dilakukan penulis. Editor biasanya memberi saran ke penulis dulu. 
Editor juga harus memeriksa isi naskah. Jika ada kejanggalan dan ingin mengedit harus berkomunikasi dengan penulis.

2. Pernahkah Kang Benny merasa jenuh menghadapi naskah-naskah setiap harinya? Apa yang bisa memotivasi semangat Kang Benny untuk kembali ke rutinitas?

👱‍♂Kadang. Saya kebetulan posisi editor akuisisi. Bukan eksekusi. Kerja utama saya mencari naskah yang bakal laris. Biasanya sih nggak terlalu sulit karena insting sudah jalan. Perlu jam terbang tinggi untuk posisi ini. Biasanya kalo jenuh baca naskah, saya nulis.

Istirahatnya penulis itu membaca, istirahatnya editor itu menulis. Kebetulan saya editor dan penulis. Jadi saat saya membaca, anggap sedang istirahat jadi penulis. Dan sebaliknya


3. Sebagai teman, saya diminta teman utk melakukan proof reading dan memberi masukan tentang tulisannya, baik dari sisi isi juga tata bahasa. Sebaliknya, ketika saya membuat laporan, misalnya, saya akan minta teman saya utk melakukan hal yang sama. Sebagai pemula, apa saja point point yang harus diperhatikan ketika kita menjadi peer editor untuk teman sejawat di kantor/ perusahaan. 

👱‍♂Kalo proof reading itu sebenarnya lebih fokus ke tata bahasa. Untuk kerjaan di luar itu, seperti logika, menimbang gaya, dll itu tugas editor (eksekusi) sebenarnya.

4. Sebetulnya penggunaan istilah asing untuk naskah berbahasa Indonesia itu sebaiknya bagaimana ya? Apakah selalu harus dijelaskan terjemahannya di dalam kurung (dan mana yang lebih dulu, istilah asingnya atau bahasa Indonesia-nya? Contoh: letterlijk) ataupun catatan kaki, lalu untuk istilah umum seperti on the way, deja vu begitu tidak apa-apa ya tanpa keterangan (hanya dicetak miring saja)? Bagaimana pula jika tulisannya berupa kutipan langsung dari tokoh yang memang suka menggunakan selipan istilah berbahasa asing? 

👱‍♂Kalo terlalu banyak sebaiknya dibuatkan glosary setelah bab penutup.
Kalo sedikit tapi penjelasannya panjang bisa pakai catatan kaki.
Kalo sedikit dan artinya singkat, pintar2nya penulis menyisipkan artinya di narasi.

Pesan:
Sebaiknya jangan terlalu banyak bahasa asing. Kecuali untuk penguatan tokoh. Dijamin pembaca terganggu.

5. Seberapa perlu kita menyesuaikan pemakaian istilah dalam naskah dengan selingkung penerbit (yang bisa kita pelajari dari buku-bukunya dan belum tentu sesuai dengan PUEBI)? Seperti salat-shalat-sholat dan sejenisnya. Lebih baik kita sesuaikan sebelum dikirim atau nanti biar penerbit yang memutuskan, yang penting kita konsisten dalam penggunaannya?

👱‍♂Kalo editor wajib mengikuti gaya selingkung. Kalo penulis, tulis berdasar kamus. Nanti ada editor.

6.Kadangkala tanpa sadar ternyata tulisan yang kita buat mempunyai kemiripan dengan tulisan orang lain. Bagaimana untuk menghindari hal itu? Apakah ada tool untuk mengecek plagiarisme?

👱‍♂Nggak apa2 sih kalo memang nggak jiplak. Lah kadang takdir aja ada yang mirip. Tapi kan eksekusi nulisnya beda. Makanya saya selalu minta penulis banyak baca buku. Minimal 200 bukulah dia bisa dibilang benar-benar siap nulis buku.

7. Terkait jumlah 200 buku ini..apakah perlu juga untuk menyusun buku fiksi anak

Bisa tapi dicampur. Biar ada pengayaan. Baca buku psikologi, filsafat, biar nulis buku anak sekali pun tetap bergizi

Ini arahnya ke istilah bad influence yakni pengaruh buruk bagi penulis yg hanya membaca 2 jenis genre buku atau penulis favorit apalagi kalau penulisnya masih hidup.

Sebagai contoh kalo kita mau jadi penyanyi dangdut, terus yg kita dengar lagu rhoma irama aja. Maka kita akan nyanyi seperti dia. Tapi kalo kita dengar penyanyi dangdut lainnya, juga penyanyi blues, rock, sinden, kita akan otomatis menyerap banyak referensi sehingga akan membentuk karakter yang baru.

Sebagai contoh lagi penyanyi yg ngefans Raisa atau Tulus itu bahaya. Dia akan nyanyi seperti mereka. Padahal penyanyi barunya masih hidup. Orang tidak akan menghargainya. Tapi jika dia memadukan dgn gaya elya kadam, rahmat kartolo, sedikit ikang fauzi, lain cerita. Begitu juga nulis

Maka:
Penulis itu sebaiknya..Selain membaca karya penulis yg masih eksis, baca juga karya penulis lama

Membaca banyak genre buku juga akan menbuat kita mudah menemukan identitas kita sebnarnya dimana

8. Kalau kita menulis teenlit  seperti buku Lupus, artinya kan akan banyak slang language "gue, elo, apose" dsb..... 

Atau misalnya menulis dengan latar daerah tertentu, misal kisah Kabayan. Jadi banyak bahasa daerahnya, malah bisa satu kalimat bahasa daerah semua "Bade kamana, Ujang?"

Artinya akan banyak kata yang diketik italic. 
Terkait hal ini, apakah kita boleh banyak menggunakannya atau harus ada porsinya? Misal bahasa daerah atau slang language cuma boleh 30%, sisanya harus baku.

👱‍♂Kalo sebagai penulis sih sebaiknya pintar-pintar menempatkan di narasi. Silakan baca cara pidi baiq menempatkan terjemahan bahasa Sunda di narasi. Itu style dia.

Sebagai contoh buku Dilan oleh Pidi Baiq. Pidi punya gaya dan cara yang pintar untuk menuliskan bahasa sunda dan menjelaskan artinya.


Penulis dan editor itu sama-sama perlu jam baca yang tinggi.

Narasumber:
Benny Rhamdani
Manajer Redaksi Buku Balita, Anak dan Remaja Mizan, Kontributor UC News

Kenal lebih dekat Kang Benny di:  
FB: benny.rhamdani
Twitter: bennyrhamdani_
Ig: bennyrhamdani_

Motto Hidup: menulislah sebelum seseorang menulis namamu di nisan 

Comments

Popular posts from this blog

Wanita-Wanita Di Balik Pembesar Dunia by Octa Raisa

Ecobrick, Menyulap Sampah Menjadi Berkah