Tanya Jawab Seputar Pendidikan Seksual untuk Anak

Apa kabar bunda pembelajar? Udah lama kita tak bersua. Selamat tahun baru 2018! Anyway, kali ini kita akan membahas topik yang membuat deg-deg-ser sebagai orang tua yaitu mengenalkan seks pada anak.


Anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, salah satunya tentang seks. Mungkin anak mengawali dengan pertanyaan mengapa anak laki-laki dan perempuan berbeda? Khawatir kan kalau anak-anak melihat tontonan tidak senonoh di televisi atau video. Awalnya bisa saja itu kejadian tidak sengaja. Apabila tidak dibekali pengetahuan yang cukup, hal ini bisa menjalar menjadi ketagihan karena pornografi itu lebih berbahaya dalam merusak otak anak. Lebih lengkapnya kita simak pemaparan psikolog Fina Febriani yang terangkum dalam tiga artikel berikut ini:




Setelah memahami materi di atas, mari kita simak tanya-jawab topik pendidikan seksual untuk anak:

Q1:
Mba mau tanya kalau anak anak yg sering memperlihatkan alat kelaminnya apakah merupakan gejala penyimpangan mba? -Erma

A2.1: Fina:

Penyebabnya banyak, Mbak. Bisa karena mereka masih excited mengeksplorasi tubuhnya, bisa juga karena sulit tidur, cemas, tertekan, marah, atau bisa juga karena mereka merasakan kenikmatan dari aktivitas itu (semacam masturbasi). Tapi umumnya anak yang kurang kasih sayang dan kurang diberi ruang untuk bermain bebas, lebih sering melakukan ini.



Secara umum wajar melakukan itu untuk usia mereka selama tidak berlebihan. Tapi karena baik dari sisi agama maupun psikologis, masturbasi tidak baik dilakukan, jadi perlu disampaikan ke anak untuk tidak melakukan itu berlebihan. Jika sudah berlebihan, sebaiknya bawa ke psikolog.

Afwan, saya baru ngeh pertanyaan Mbak Erma tentang memperlihatkan ya? Tadi kebacanya 'memainkan'. 🤦‍♀

Kalau memperlihatkan, iya umumnya karena penasaran, Mbak. Kalau pada anak-anak, insyaAllah masih bisa diluruskan.

Kecuali kalau sudah sangat berlebihan, perlu ke psikolog seperti yang mbak Ayu bilang.

A2.2
Ayu:

Eh ya mau nanggepi sedikit ttg yg pamer kelamin... apabila kecenderungan menetap utk pamer kepada asing itu sudah termasuk gangguan jiwa kode *F65.2 Ekshibisionisme...* ranahnya sdh kerjasama psikolog dan psikiater…

A2.3

Betul, Mbak. Terutama kalo orang dewasa yang melakukan.

Kalau pada anak, perlu dilihat usianya, umumnya mereka melakukan karena penasaran sama punya temannya. Semacam prinsip: Show me yours, and I'll show you mine.

Q2:

Tanya mba fina. Seandainya  (naudzubillah jangan sampe)  pada usia SMP ada kasus anak2 ketawan melihat film dewasa yang didapat dari tmnnya,  perilaku seperti apa yang sebaiknya dilakukan ortu kepada anak? -Ifni

A2: Fina:
Kalau ketahuan setelah sudah menonton, ajak anaknya bicara baik-baik, jangan langsung marahi ya, Mbak.

Tanyakan apakah ini baru pertama atau sudah kesekian kalinya. Tanyakan apa yang mendorong mereka untuk nonton, dll. Baru beri pengertian bahwa sebaiknya itu tidak dilakukan lagi, karena bisa merusak otak mereka. Orang tua bisa pelajari tentang efek pornografi terhadap anak, lalu jelaskan ke anak. Bisa pake bantuan video (sekarang banyak video pencerdasan yang bisa diambil di YouTube).

Kalau anak sudah melakukan itu beberapa kali, ada baiknya orang tua ajak anak ketemu psikolog, khawatir anak sudah di tahap kecanduan dan akan melakukan itu diam-diam. Kalau ke psikolog, mungkin bisa diterapi.

Pornografi itu bentuk lain narkoba, Mbak. Efeknya jauh lebih besar dan lebih cepat dari narkoba. 😥


Sebagai tambahan materi, ini video pencerdasan anak mengenai sentuhan yang boleh dan tidak boleh.




Orang tua perlu memberikan pendidikan seks pada anak supaya lebih terarah ke hal positif. Bayangkan bila si anak mencari informasi sendiri di luar sana. Hii... bisa salah pemahaman, kan. Maka, bekali diri dengan ilmu dan cara penyampaian yang tepat supaya anak puas mendapat informasi dari keluarga.


Disarikan dari:
Diskusi Psikologi IIP Jakarta 02
Jumat, 15 Desember 2017, 10.00 WIB
Narasumber: Fina Febriani
Notulen: Ardita Sofyani

Host: Jihan Gibtiyyah

Comments

Popular posts from this blog

Wanita-Wanita Di Balik Pembesar Dunia by Octa Raisa

Ecobrick, Menyulap Sampah Menjadi Berkah