Selasa Seru: Serba-serbi Ibu di Ranah Domestik - Hafshah Sumayyah
Melanjutkan sesi berbagi kemarin, anggota berikutnya yang bercerita adalah Hafshah Sumayyah. Berikut kisah Hafshah:
Assalamu'alaikum....
Salam kenal, saya Hafshah, ibu dari 1 anak bernama Khalid.
Mohon maaf jika selama ini lebih sering jadi silent reader. Alhamdulillah ada sesi sharing gini, bisa sekalian sharing dan curhat juga, hehe.
Melewati Kegalauan antara Karier dan Rumah Tangga
21 tahun, usia di mana status kehidupan saya berubah. Sudah tidak single lagi.
Saat
itu saya masih mahasiswa di UIN Jakarta jurusan pendidikan dokter,
semester 5. Tiba-tiba seorang lelaki melamar saya. Saya pikir tidak ada
alasan bagi saya untuk menolak. Toh beliau pun mendukung saya untuk lanjut
kuliah.
Setengah yakin, setengah ragu saya
melanjutkan proses pernikahan. Alhamdulillah berjalan lancar. Sehari
setelah menikah suami langsung ikut saya menginap di rumah sakit karena jadwal saya jaga malam sebagai ko-as saat itu. Seminggu setelahnya suami
terbang ke Jepang. Beliau bekerja di sana.
Awal pernikahan kami penuh perdebatan, apakah saya akan lanjut ko-as atau tidak. Karena sebenarnya suami punya harapan besar saya berhenti dan ikut ke
Jepang, menemaninya di sana.
Tapi saat itu saya masih kekeuh
untuk lanjut, karena pertimbangan orang tua dan sayang kuliah masih ada 1,5
tahun lagi. Suami berniat melobi ortu agar meridhai saya berhenti.
Galau? Iya banget...
Sampai
akhirnya di Jepang suami bertemu teman dokter yang sedang riset di sana.
Beliau pun bercerita bagaimana peran strategis dokter di tengah masyarakat.
Alhamdulillah, dari perbincangan itu suami mengizinkan saya untuk lanjut
kuliah sampai selesai Ujian Kompetensi Kedokteran Indonesia (UKDI) dan pengambilan sumpah dokter.
Dua setengah tahun kami menjalani hubungan long distance, setelah selesai ko-as dan UKDI saya ikut suami ke
Jepang. Sempat kembali ke Indonesia untuk wisuda dan sumpah dokter saja, setelahnya
langsung balik ke Jepang.
Dua tahun saya tinggal
di Jepang, alhamdulillah diberi karunia buah hati. Ketika kehamilan saya berusia 8 bulan kami
memutuskan back for good ke Indonesia.
Selama
di Jepang, alhamdulillah hidup sebagai IRT -istri rumah tangga- tidak ada
tantangan sosial. Di sana pun banyak ibu-ibu dengan background pendidikan
tinggi tetapi memutuskan untuk di rumah saja mengurus anak dan suami.
Tetangga saya waktu itu ada yang dokter gigi.
Nah, tantangan itu mulai terasa saat kita balik ke Jakarta.
Dari
keluarga alhamdulillah nggak terlalu masalah. Ayah saya dukung untuk full
didik anak. Ibu yang masih agak berat dan mengatakan, "Jadi dokter itu bukan untuk
mengejar uang, apalagi kamu perempuan, tapi mama pengen ilmu kamu itu
bermanfaat untuk banyak orang." Kalau dari mertua alhamdulillah baik-baik saja.
Yang membuat saya galau justru lingkungan luar. Pertanyaan yang sering muncul ..
"Praktik di mana sekarang?"
"Eman-eman ya, udah kuliah lama, nggak kerja."
"Jadi dokter di masyarakat bagus lho untuk dakwah, omongannya pasti didengar"
"Oh, nggak praktik, ya, cuma di rumah aja ngurus anak?"
Apalagi
melihat teman-teman kuliah yang sudah melesat kariernya, lanjut
pendidikan spesialis, bekerja di rumah sakit, kuliah S2, dll..
Setahun pertama setelah punya anak sungguh membuat saya galau. Saya tahu
ini pilihan terbaik untuk saya saat ini, membersamai anak, menaati
perintah suami. Suami bukannya tak ingin kemampuan yang saya miliki ini
bisa bermanfaat untuk ummat, tapi nanti dulu... Prioritas saat ini amanah
anak dulu. Nanti akan ada waktunya dia izinkan saya untuk berkelana.
Kegalauan yang nggak jelas itu membuat kinerja saya di ranah domestik pun jadi nggak optimal. Seperti jalan di tempat. Mengasuh anak seadanya.
Setelah berkenalan dengan IIP dan ikut matrikulasi IIP, materi-materinya membuka mata dan pikiran saya. Berdamai dengan keadaan, syukuri apa yang kita alami saat ini. Perjuangkan apa yang memang amanah dunia akhirat kita. Bersungguh-sungguhlah di dalam, maka kamu akan keluar dengan kesungguhanmu.
Pendidikan
formal yang selama ini saya jalani dari TK- kuliah ternyata masih sangat
kurang saat praktik langsung di dunia rumah tangga, pendidikan anak,
dll. Saya nggak bisa masak, beres-beres rumah malas. Manajemen waktu saya di
rumah sangat buruk.
Alhamdulillah
sekarang satu-persatu ilmu dari IIP saya terapkan. Saya berusaha
berbenah diri, menjadi diri sendiri, mensyukuri keputusan yang saya ambil
saat ini.
Kini saya mencintai dunia parenting, psikologi, dan bisnis. Sepertinya ini passion terpendam yang saya miliki di masa kecil. Dulu
saya suka sekali membaca buku fiksi tentang keluarga, anak. Zaman saya
kecil ada buku yang sangat suka saya baca yaitu Sybil dan seri kisah
David "A Child Callled It". Saya juga dulu suka berdagang, kalau ke
sekolah pasti bawa jualan.
Saya sekarang banyak
menimba ilmu parenting dan kerumahtanggaan. Mengikuti beberapa kelas
parenting online, mencari komunitas yang mendukung. Suami pun sangat
mendukung saya mendalami itu karena dia selalu melihat binar mata saya saat
membicarakan tentang anak dan bisnis, hehe.
Alhamdulillah saya sudah mantap di ranah domestik. Yang membuat mantap adalah ridha suami dan setelah kelas matrikulasi di IIP. Tapi ya kadang masih ada bisikan galau. (Kalau sudah begitu) cuma curhat ke suami, nanti dia kuatin lagi.
Mohon
doanya agar saya bisa bersungguh-sungguh di ranah domestik, sehingga nanti
dengan kesungguhan amal ini bisa bermanfaat untuk masyarakat luas. Walau
saat ini saya nggak paham bagaimana caranya, tapi berharap saja pada Allah
untuk diberi petunjuk selalu.
Target saya 4 tahun ini sudah tercapai misi hidup saya... Menjadi ibu tangguh yang memberikan inspirasi bagi orang lain.
Selasa, 23 Agustus 2017
Narasumber : Hafshah Sumayyah
Notulen : Leila Niwanda
Comments
Post a Comment